Oncom Merah

Oncom adalah makanan khas daerah Jawa barat, yang dijamin Halal, enak, bergizi dan alami tanpa bahan kimia apapun

Showing posts with label kesehatan. Show all posts
Showing posts with label kesehatan. Show all posts

Monday 30 December 2013

Sekelumit tentang scoliosis

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ اارَّØ­ِيم

Skoliosis adalah kelainan pada rangka tubuh yang berupa kelengkungan tulang belakang. Sebanyak 75-85% kasus scoliosis merupakan idiofatik, yaitu kelainan yang tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan 15-25% kasus scoliosis lainnya merupakan efek samping yang diakibatkan karena menderita kelainan tertentu, seperti distrofi otot, sindrom Marfan, sindrom Down, dan penyakit lainnya. Berbagai kelainan tersebut menyebabkan otot atau saraf di sekitar tulang belakang tidak berfungsi sempurna dan menyebabkan bentuk tulang belakang menjadi melengkung.

Pembagian
Ahli bedah tulang (ortopedi) mengklasifikasikan idiofatik scoliosis ke dalam empat kategori berdasarkan usia penderita ketika kelengkungan tulang terlihat untuk pertama kalinya. Keempat kategori tersebut adalah scoliosis idiofatik anak-anak, remaja, pada remaja yang berada di sekitar masa pubertas, dan dewasa. Dalam perkembangannya, Scoliosis lebih lanjut Pada umumnya dibagi atas dua kategori diantaranya adalah Scoliosis Struktural dan Non Struktural.

Scoliosis Struktural
Suatu kurvatura lateral spine yang irreversible dengan rotasi vertebra yang menetap. Rotasi vertebra terbesar terjadi pada apex. Jika kurva bertambah maka rotasi juga bertambah. Rotasi ini menyebabkan saat foward bending costa menonjol membentuk hump di sisi convex. Sebaliknya dada lebih menonjol di sisi concav. Scoliosis struktural tidak dapat dikoreksi dengan posisi atau usaha penderita sendiri.

Scoliosis Non Struktural
Disebut juga Fungsional Scoliosis / Postural Scoliosis. Suatu kurvatura lateral spine yang reversibel dan cenderung terpengaruh oleh posisi. Di sini tidak ada rotasi vertebra. Umumnya foward/side bending atau posisi supine/prone dapat mengoreksi scoliosis ini.

Kurva

  • Arah scoliosis ditentukan berdasarkan letak apexnya.
  • Kurva mayor/kurva primer adalah kurva yang paling besar, dan biasanya struktural. Umumnya pada scoliosis idiophatic terletak antara T4 s/d T12
  • Kurva kompensatori adalah kurva yang lebih kecil, bisa kurva struktural maupun non struktural. Kurva ini membuat bahu penderita sama tingginya.
  • Kurva mayor double, disebut demikian jika sepadan besar dan keparahannya, biasanya keduanya kurva struktural.
  • Apex kurva adalah vertebra yang letaknya paling jauh dari garis tengah spine.
Letak dan Bentuk Kurva
  • letak kurva bisa di cervical, thoracal, lumbal, atau beberapa area
  • bentuk kurva
  • Kurva C : umumnya di thoracolumbal, tidak terkompensasi, kemungkinan karena posisi asimetri dalam waktu lama, kelemahan otot, atau sitting balance yang tidak baik.
  • Kurva S : lebih sering terjadi pada scoliosis idiophatic, di thoracal kanan dan lumbal kiri, ada kurva mayor dan kurva kompensatori, umumnya struktural.
Derajat Scoliosis
  • Derajat scoliosis tergantung pada besar sudutnya dan besar rotasinya. Makin berat derajat scoliosis makin besar dampaknya pada sistem kardiopulmonal.
  • Teknik Pengukuran Scoliosis
  • Pengukuran sudut kurva dapat dilakukan dengan metode Cobb atau Risser-Ferguson (lihat gambar).
  • Pengukuran rotasi vertebra dengan menilai x-raynya dibagi menjadi 4 tingkat. Lihat gambar.
  • Klasifikasi dari derajat kurva scoliosis
  • Scoliosis ringan : kurva kurang dari 20 º
  • Scoliosis sedang : kurva 20 º – 40 º /50 º. Mulai terjadi perubahan struktural vertebra dan costa.
  • Scoliosis berat : lebih dari 40 º /50 º. Berkaitan dengan rotasi vertebra yang lebih besar, sering disertai nyeri, penyakit sendi degeneratif, dan pada sudut lebih dari 60 º - 70 º terjadi gangguan fungsi kardiopulmonal bahkan menurunnya harapan hidup
Klasifikasi Scoliosis berdasarkan etiologi
  • Etiologi Scoliosis Struktural :
  • Idiophatic : sekitar 75-85 %. Onset umumnya adolescent. Lebih banyak pada wanita. Secara teori dikaitkan dengan malformasi tulang selama pertumbuhan, kelemahan otot di satu sisi, postur abnormal , dan distribusi abnormal muscle spindle otot paraspinal.
  • Neuromuscular : 15 – 20 % , seperti CP, myelomeningocele, neurofibromatosis, Polio, paraplegi traumatik, DMD, dll
  • Osteopathic : congenital (hemivertebra) atau acquired ( rickets, frakture, dll )
  • Etiologi Scoliosis Nonstruktural
  • Leg length discrepancy : True LLD atau Apparent LLD.
  • Spasme otot punggung
  • Habitual asymmetric posture
Evaluasi Scoliosis
  • Prosedur Evaluasi
  • Postural assessment, Evaluasi dilakukan dengan inspeksi anterior, lateral dan posterior penderita. Perhatikan adanya :
  • Level bahu asimetris
  • Skapula yang prominence di sisi convex
  • Protusi hip di satu sisi
  • Pelvic obliquity
  • Meningkatnya lordotik lumbal
  • Flexibility of the curve, Lakukan evaluasi dengan lateral dan foward bending untuk melihat adanya kelainan struktural. Lihat gambar.
  • Lateral bending ke sisi convex untuk melihat apakah kurva scoliosis bisa terkoreksi. Lateral bending yang asimetris menunjukkan adanya kelainan struktural.
  • Foward bending untuk melihat adanya rotasi vertebra di sisi convex berupa hump.
  • Evaluation of muscle strength
  • a. Otot sisi convex lemah
  • b. Otot perut dan back extensor lemah
  • c. Jika ada pelvic obliquity maka otot hip juga lemah pada sisi convex ( hip yang lebih rendah )
  • Diagnosa Scoliosis dibuat berdasarkan :
  • Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang lengkap
  • Pemeriksaan tambahan
  • a. X-ray standard scoliosis dilakukan dengan berdiri AP, bending kanan, bending kiri. Dilakukan pula evaluasi Risser Sign dan kalau perlu Bone Age.
  • b. Pada scoliosis sedang dan berat seringkali perlu dilakukan pemeriksaan fungsi paru berupa vital capacity dan total lung capacity

Pengobatan
Jenis terapi  yang dibutuhkan untuk scoliosis tergantung pada banyak faktor. Sebelum menentukan jenis terapi yang digunakan, dilakukan observasi terlebih dahulu. Terapi disesuaikan dengan etiologi,umur skeletal, besarnya lengkungan, dan ada tidaknya progresivitas dari deformitas. Keberhasilan terapi sebagian tergantung pada deteksi dini dari scoliosis.

A. Obat
Tujuan pemberian obat adalah untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan kemungkinan infeksi baik dari alat ataupun pembedahan, bukan untuk mengobati scoliosis.
Obat yang digunakan antara lain :
1. Analgesik
  • Asam Asetil Salisilat 3 x 500 mg
  • Paracetamol 3 x 500 mg
  • Indometacin 3 x 25 mg
2. NSAID (Non Steroid Anti Inflamation Drug)
B. Fisioterapi
  1. Terapi panas, dengan cara mengompres
  2. Alat penyangga, digunakan untuk scoliosis dengan kurva 25°-40° dengan skeletal yang tidak matang (immature). Alat penyangga tersebut antara lain :
      - Penyangga Milwaukee
Alat ini tidak hanya mempertahankan tulang belakang dalam posisi lurus, tetapi alat ini juga mendorong pasien agar menggunakan otot-ototnya sendiri untuk menyokong dan mempertahankan proses perbaikan tersebut. Penyangga harus dipakai 23 jam sehari. Alat penyangga ini harus terus digunakan terus sampai ada bukti objektif yang nyata akan adanya kematangan rangka dan berhentinya pertumbuhan tulang belakang selanjutnya.

Alat penyangga Milwaukee untuk meluruskan tulang belakang pada anak yang bertumbuh.

        - Penyangga Boston
Suatu penyangga ketiak sempit yang memberikan sokongan lumbal atau torakolumbal yang rendah. Penyangga ini digunakan selama 16-23 jam sehari sampai skeletalnya matur. Terapi ini bertujuan untuk mencegah dan memperbaiki deformitas yang tidak dikehendaki oleh pasien.

Alat penyangga Boston dapat digunakan pada scoliosis bagian lumbal atau torakolumbal.
3. Terapi Stimulasi Otot-Otot Scoliosis
Kunci dari terapi ini adalah rehabilitasi dari otot dan ligamen yang menyangga tulang belakang. Rehabilitasi otot harus melalui sistem saraf pusat dengan tujuan agar pasien dapat  meningkatkan kekuatan otot sehingga otot dapat menyangga tulang belakang dengan posisi yang benar tanpa bantuan alat penyangga.

 
C. Tindakan Pembedahan
Umumnya, jika kelengkungan lebih dari 40 derajat dan pasien skeletalnya imatur, operasi direkomendasikan. Lengkung dengan sudut besar tersebut, progresivitasnya meningkat secara bertahap, bahkan pada masa dewasa. Tujuan terapi bedah dari skoliosis adalah memperbaiki deformitas dan mempertahankan perbaikan tersebut sampai terjadi fusi vertebra. Beberapa tindakan pembedahan untuk terapi skoliosis antara lain :
  1. Penanaman Harrington rods (batangan Harrington)
Batangan Harrington adalah bentuk peralatan spinal yang dipasang melalui pembedahan yang terdiri dari satu atau sepasang batangan logam untuk meluruskan atau menstabilkan tulang belakang dengan fiksasi internal. Peralatan yang kaku ini terdiri dari pengait yang terpasang pada daerah mendatar pada kedua sisi tulang vertebrata yang letaknya di atas dan di bawah lengkungan tulang belakang.

Keuntungan utama dari penggunaan batangan Harrington adalah dapat mengurangi kelengkungan tulang belakang ke arah samping (lateral), pemasangannya relatif sederhana dan komplikasinya rendah. Kerugian utamanya adalah setelah pembedahan memerlukan pemasangan gips yang lama. Seperti pemasangan  pada spinal lainnya , batangan Harrington tidak dapat dipasang pada penderita osteoporosis yang signifikan.


2. Pemasangan peralatan Cotrell-Dubousset
Peralatan Cotrell-Dubousset meliputi pemasangan beberapa batangan dan pengait untuk menarik, menekan, menderotasi tulang belakang. Alat yang dipasang melintang antara kedua batangan untuk menjaga tulang belakang lebih stabil. Pemasangan peralatan Cotrell-Dubousset spinal dikerjakan oleh dokter ahli bedah yang berpengalaman dan asistennya.
 
D.
Larangan
  • Tidak boleh mengangkat barang-barang berat
E. Tindakan Yang Dapat Membantu Skoliosis
  • Mengangkat pinggul yang miring
  • Peregangan tulang belakang
  • Latihan pernapasan
  • Yoga
Dari berbagai sumber

Friday 13 December 2013

Penyakit asma, cara pencegahan dan pengobatannya

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ اارَّØ­ِيم
 
Penyakit asma adalah suatu kondisi dimana terjadinya penyempitan pada saluran pernafasan. Penyempitan ini terjadi akibat hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang mengakibatkan terjadinya peradangan. Sebenarnya serangan asma dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari. Serangan yang dipicu oleh olahraga bisa dihindari dengan meminum obat sebelum melakukan olah raga.

Penyebab
Pada penderita asma, penyempitan saluran pernapasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan memengaruhi saluran pernapasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga. Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan (inflamasi) dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernapas.

Sel-sel tertentu di dalam saluran udara, terutama mastosit diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Mastosit di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya: - kontraksi otot polos - peningkatan pembentukan lendir - perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki. Mastosit mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang.

Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin. Stres dan kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien. Sel lainnya yakni eosinofil yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara. Asma juga dapat disebabkan oleh tingginya rasio plasma bilirubin sebagai akibat dari stres oksidatif yang dipicu oleh oksidan.

Gejala
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak napas yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala dan juga sering batuk berkepanjangan terutama di waktu malam hari atau cuaca dingin.

Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan napas yang berbunyi (mengi, bengek), batuk dan sesak napas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita menghembuskan napasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak napas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari. Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala. Selama serangan asma, sesak napas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat. Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat. 

Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipun telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna, Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita.

Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas.
Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan spirometri berulang. Spirometri juga digunakan untuk menilai beratnya penyumbatan saluran udara dan untuk memantau pengobatan.
Menentukan faktor pemicu asma seringkali tidak mudah. Tes kulit alergi bisa membantu menentukan alergen yang memicu timbulnya gejala asma. Jika diagnosisnya masih meragukan atau jika dirasa sangat penting untuk mengetahui faktor pemicu terjadinya asma, maka bisa dilakukan bronchial challenge test.

Pengobatan
Obat-obatan bisa membuat penderita asma menjalani kehidupan normal. Pengobatan segera untuk mengendalikan serangan asma berbeda dengan pengobatan rutin untuk mencegah serangan. Obat yang digunakan untuk mencegah juga digunakan untuk mengobati asma, tetapi dalam dosis yang lebih tinggi atau dalam bentuk yang berbeda.

Agonis reseptor beta-adrenergik merupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik.

Bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik (misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar) otot. Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta2-adrenergik (yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru), hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organ lainnya. Bronkodilator ini (misalnya albuterol), menyebabkan lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik.

Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator yang lebih baru memiliki efek yang lebih panjang, tetapi karena mula kerjanya lebih lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan untuk mencegah serangan. Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat yang dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran udara yang mengalami penyumbatan berat. Bronkodilator per-oral (ditelan) dan suntikan dapat menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki efek samping dan mula kerjanya cenderung lebih lambat.

Jenis bronkodilator lainnya adalah theophylline. Theophylline biasanya diberikan per-oral (ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari tablet dan sirup short-acting sampai kapsul dan tablet long-acting. Pada serangan asma yang berat, bisa diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah).
Jumlah theophylline di dalam darah bisa diukur di laboratorium dan harus dipantau secara ketat, karena jumlah yang terlalu sedikit tidak akan memberikan efek, sedangkan jumlah yang terlalu banyak bisa menyebabkan irama jantung abnormal atau kejang. Pada saat pertama kali mengonsumsi theophylline, penderita bisa merasakan sedikit mual atau gelisah. Kedua efek samping tersebut, biasanya hilang saat tubuh dapat menyesuaikan diri dengan obat. Pada dosis yang lebih besar, penderita bisa merasakan denyut jantung yang cepat atau palpitasi (jantung berdebar). Juga bisa terjadi insomnia (sulit tidur), agitasi (kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang.

Corticosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam mengurangi gejala asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap corticosteroid akan menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya serangan asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan.

Tetapi penggunaan tablet atau suntikan corticosteroid jangka panjang bisa menyebabkan:
  • gangguan proses penyembuhan luka
  • terhambatnya pertumbuhan anak-anak
  • hilangnya kalsium dari tulang
  • perdarahan lambung
  • katarak prematur
  • peningkatan kadar gula darah
  • penambahan berat badan
  • kelaparan
  • kelainan mental.
Tablet atau suntikan corticosteroid bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk mengurangi serangan asma yang berat. Untuk penggunaan jangka panjang biasanya diberikan inhaler corticosteroid karena dengan inhaler, obat yang sampai di paru-paru 50 kali lebih banyak dibandingkan obat yang sampai ke bagian tubuh lainnya. Corticosteroid per-oral (ditelan) diberikan untuk jangka panjang hanya jika pengobatan lainnya tidak dapat mengendalikan gejala asma.

Cromolin dan nedocromil diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan dari sel mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini digunakan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan. Obat ini terutama efektif untuk anak-anak dan untuk asma karena olah raga. Obat ini sangat aman, tetapi relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita bebas gejala.

Obat antikolinergik (contohnya atropin dan ipratropium bromida) bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin. Lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada penderita yang sebelumnya telah mengonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik.

Pengubah leukotrien (contohnya montelucas, zafirlucas dan zileuton) merupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan asma. Obat ini mencegah aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala asma).

Agonis reseptor beta-adrenergik digunakan dalam bentuk inhaler (obat hirup) atau sebagai nebulizer (untuk sesak napas yang sangat berat). Nebulizer mengarahkan udara atau oksigen dibawah tekanan melalui suatu larutan obat, sehingga menghasilkan kabut untuk dihirup oleh penderita. Pengobatan asma juga bisa dilakukan dengan memberikan suntikan epinephrine atau terbutaline di bawah kulit dan aminophyllins theophylline) melalui infus intravena.

Penderita yang mengalami serangan hebat dan tidak menunjukkan perbaikan terhadap pengobatan lainnya, bisa mendapatkan suntikan corticosteroid, biasanya secara intravena (melalui pembuluh darah).
Pada serangan asma yang berat biasanya kadar oksigen darahnya rendah, sehingga diberikan tambahan oksigen. Jika terjadi dehidrasi, mungkin perlu diberikan cairan intravena. Jika diduga terjadi infeksi, diberikan antibiotik. Selama suatu serangan asma yang berat, dilakukan:
  • pemeriksaan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah
  • pemeriksaan fungsi paru-paru (biasanya dengan spirometer atau peak flow meter)
  • pemeriksaan rontgen dada.
Pengobatan jangka panjang
Salah satu pengobatan asma yang paling efektif adalah inhaler yang mengandung agonis reseptor beta-adrenergik. Penggunaan inhaler yang berlebihan bisa menyebabkan terjadinya gangguan irama jantung.
Jika pemakaian inhaler bronkodilator sebanyak 2-4 kali/hari selama 1 bulan tidak mampu mengurangi gejala, bisa ditambahkan inhaler corticosteroid, cromolin atau pengubah leukotrien. Jika gejalanya menetap, terutama pada malam hari, juga bisa ditambahkan theophylline per-oral.

Pengobatan dengan obat herbal atau alami 

 asam jawa

1. Dengan asam jawa
Bahan :
- Asam jawa
- Adas pulawaras
Cara membuat :
- Sediakan kira-kira 2 potong kulit pohon asam jawa. Lalu sediakan pula adas pulawaras secukupnya saja.
 
- Rebuslah kedua bahan tersebut di atas dengan 1 liter air hingga mendidih, lalu setelah mendidih, angkatlah, dinginkan, dan disaring. 
- Ramuan obat alami ini dikonsumsi sebanyak 2 kali sehari. 

  daun pegagan

2.  Dengan daun antanan / pegagan
Bahan :
- Daun pegagan
- Patikan kebo
- Daun sendok
Cara membuat :
- Cuci bersih 10 gram pegagan kering
- 20 gram patikan kebo kering
- 20 gram daun sendok kering
- Rebus dengan 5 gelas air hingga hanya tersisa 3 gelas air.
- Minum 3 kali sehari, minum masing-masing satu gelas, satu jam sebelum makan atau dua jam setelah makan.

daun randu
 
3. Dengan daun randu
Bahan :
- Daun seledri 3 tangkai
- Daun randu 9 lembar
- Garam dan gula secukupnya
Cara membuat :
- Semua bahan ditumbuk halus menjadi satu, kemudian masukkan ke dalam gelas, tambahkan air 1/2 gelas, aduk rata. 
- Diminum setiap pagi, lakukan ini minimal 3 hari.

 bawang putih

4. Dengan bawang putih dan madu
Bahan :
- Bawang putih 5 siung
- Madu asli 1 sdm
Cara membuat :
- Bawang Putih diiris kecil-kecil lalu direbus dengan 1 gelas air biarkan hingga tinggal 1/2 gelas.  
- Masukkan madu ke dalam air rebus itu lalu diaduk 
- Diminum sekali habis pagi hari, sorenya buat lagi, lakukan selama seminggu.

jahe merah

5. Dengan jahe merah
Bahan :
- 1 rimpang jahe merah seukuran ibu jari
Cara membuat :
- Rimpang jahe seukuran ibu jari tangan dimemarkan lalu direbus dengan 1,5 gelas air hingga tersisa 1 gelas, lalu diminum sekaligus.
- Minum pada pagi dan malam hari

 daun sirih

6. Dengan daun sirih 
Bahan :
- Daun sirih (Piper betle L.) 25 gr
- Daun bidara upas (Merremia mammosa) 25 gr
- Madu secukupnya
Cara membuat :
- Daun sirih dan daun bidara upas direbus dengan  11/2 gelas air hingga mendidih
- Setelah dingin minum, minum 3 x sehari 1-2 sendok makan.  
- Agar lebih enak bisa ditambahkan madu secukupnya.

 jeruk nipis

7. Dengan jeruk nipis
Bahan :
- Air panas 1 gelas
- Jeruk nipis 2 sendok makan
- Gula batu secukupnya
Cara membuat :
- Semua bahan dicampur menjadi satu dan diminum selagi masih hangat. 
- Minum 3 x sehari 1 sendok makan.

 lada

8. Dengan lada
Bahan :
- Daun sirih (Piper betle L.) 5 lembar
- Lada (Piper nigrum L.) 1 sendok teh
Cara membuat :
- Daun sirih dan lada ditumbuk sampai halus dan pakai untuk param atau digosokkan di seluruh dada.

Dari berbagai sumber.

 
Design Downloaded from Free Website Templates Download | Free Textures | Web Design Resources